Rabu, 18 Juli 2018

TOLU SAHUNDULAN



TOLU SAHUNDULAN merupakan falsafah yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun,yang berperan di dalam segala bentuk adat-istiadat masyarakatnya. TOLU SAHUNDULAN juga merupakan salah satu budaya Simalungun yang dapat membawa masyarakatnya ke dalam pembagian kerja.
TOLU SAHUNDULAN membagi masyarakat Simalungun menjadi tiga kedudukan yaitu, Tondong, Sanina dan Boru. Ketiga kedudukan ini memiliki fungsi masing-masing yang telah diatur menjadi pembagian kerja bagi masyarakatnya. Tondong berfungsi dalam memberikan nasehat, mengajari dan membimbing dalam suatu pesta adat. Sanina merupakan pemilik pesta adat yang sedang berlangsung. Sedangkan Boru berfungsi sebagai penyumbang tenaga di dalam suatu pesta adat. Dapat juga dikatakan pekerja dalam menyiapkan segala kebutuhan pesta adat. Dari ketiga kedudukan ini, tidak ada yang dapat saling merendahkan dan meninggikan, karena sangat beresiko bagi diri sendiri. Di mana, jabatan atau kedudukan yang dimiliki masing-masing individu bersifat relatif. Tergantung pada siapa dan marga apa yang sedang melakukan suatu pesta adat.
Jadi, masing-masing anggota masyarakat akan menunjukkan rasa saling menghormati karena adanya budaya TOLU SAHUNDULAN yang telah mengatur kedudukan masing-masing individu. Oleh karena budaya ingin mencapai suatu pola masyarakat yang hidup saling bekerja sama dan saling menghormatai ditengah-tengah kehidupan sehari-hari, atau dapat dikatakan hidup rukun di dalam masyarakat.
Ada fungsi kebudayaan sebagai aturan dimasyarakat, fungsi kebudayaan sebagai perekat sosial, serta fungsi kebudayaan sebagai alat bagi masyarakat. Terlihat bahwa kebanyakan kebudayaan Simalungun merupakan bagian dari aturan masyarakatnya, serta kebudayaan TOLU SAHUNDULAN juga merupakan perekat sosial bagi masyarakat Simalungun. Selanjutnya yang dapat dipahami adalah bahwa budaya TOLU SAHUNDULAN masih berlaku bagi sembilan puluh persen masyarakat Simalungun dan masih berfungsi.
Budaya TOLU SAHUNDULAN membentuk masyarakat Simalungun menjadi hidup saling membantu dan bekerjasama. Budaya ini mengikat masyarakatnya untuk saling menghargai antara masing-masing individu yang memiliki kedudukan berbeda-beda. Pola kehidupan yang dibentuk oleh budaya ini, membuat masyarakat Simalungun membiasakan diri untuk hidup secara bersama-sama dan saling tolong menolong. 
Adanya usaha masyarakat untuk hidup saling membantu dan menghilangkan perbedaan yang ada, akan membentuk sebuah pola kehidupan masyarakat yang aman dan damai. Bentuk-bentuk seperti inilah yang diatur oleh budaya TOLU SAHUNDULAN, sehingga mencapai masyarakat yang rukun di masa sekarang. Jadi, yang diharapkan sekarang adalah bagaimana budaya ini dapat dilestarikan dan dikembangkan agar masyarakat dapat mempelajarinya serta memanfaatkan di dalam kehidupan sehari-hari dalam mencapai kehidupan masyarakat yang rukun.